Lainya

Sekilas Landasan Hukum, Pergeseran Paradigma dan Langkah Advokasi – Industri Game dan Aksesibilitas (Part II)

Artikel ini adalah lanjutan dari Part I mengenai dasar kelayakan produk game yang dapat diakses disini

Jika berbicara mengenai kebijakan, keharusan, persyaratan, maka akan lekat dengan regulasi dan landasan hukum. Saya tidak akan menjabarkan dengan detail mengenai hal ini, karena tentu saja akan banyak sekali yang bisa dikupas.

Namun, ada baiknya penggiat dalam Industri game mulai memperhatikan nilai-nilai konstitusi demi meningkatkan kualitas produk terhadap konsumen. Apa saja sih landasan hukum atau ‘cermin’ yang bisa kita pelajari sebagai sumber dari penyempurnaan cipta industri game?

simbol aksesibilitas game
simbol aksesibilitas game

Pergeseran Paradigma Mengenai Disabilitas

mayoritas masyarakat Indonesia saat ini masih beranggapan bahwa Penyandang Disabilitas adalah orang yang mempunyai kelainan fisik. Padahal, paradigma seperti ini sangat lawas dan ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan usaha peningkatan harkat dan martabat dalam kesetaraan sebagai manusia

“setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental”. 

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

Padahal, selama 15 tahun pengaggasan, paradigma seperti ini telah bergeser kepada persamaan hak

“setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”. 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas

Dari sini dapat disimpulkan bahwa akses adalah bentuk dari persamaan hak manusia. hal ini dapat dikupas lebih banyak lagi pada pasal 3 UU Penyandang Disabilitas yang bicara mengenai pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia termasuk haknya dalam mengakses teknologi atau dalam hal ini games adalah bagian besar dari teknologi tersebut.

Seorang anak Disabilitas bermain game konsol
image copyrighted by Polygon – Seorang anak Disabilitas bermain game konsol

Amerika dan Regulasi Pemerintah

Amerika memang negara maju, namun tidak ada salahnya kita berintropeksi dalam membahas akses terhadap Penyandang Disabilitas.

Bentuk dukungan Amerika terhadap warganya yang disabilitas tidak terbatas akses di fasilitas umum, pendidikan dan kesehatan saja. Namun juga dalam teknologi seperti aplikasi, website, sosial media bahkan Video Games.

Di AS, Undang-Undang Aksesibilitas: Aksesibilitas Video dan Komunikasi 2010 (CVAA) abad 21 membawa pedoman aksesibilitas terbaru ke layanan komunikasi lanjutan (ACS), yang dianggap mencakup permainan video dengan elemen komunikasi termasuk teks dan obrolan suara dan pengguna elemen antarmuka (UI) untuk mencapai obrolan.

https://en.wikipedia.org/wiki/Game_accessibility#Government_regulations

Untuk meningkatkan kesadaran dalam industri game tentang pentingnya membuat game dapat diakses, dalam beberapa tahun terakhir beberapa organisasi dan kelompok advokasi di Amerika telah dibentuk.

Sejarah Advokasi dan Organisasi Bukti Keseriusan dalam Pengembangan Video Games Ramah Disabilitas

Advokasi dalam meningkatkan teknologi dan lingkungan e-Sports yang inklusif sangat diperlukan untuk mewujudkan cita-cita dalam industri game. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya asosiasi dan organisasi di Amerika sejak 2003 fokus pada akses terhadap disabilitas.

Pada tahun 2003, Asosiasi Pengembang Game Internasional / International Game Developers Association (IGDA) memperkenalkan Kelompok Minat Khusus Aksesibilitas Game, yang didirikan oleh Thomas Westin.

Pada tahun 2006, yayasan Bartiméus Accessibility memprakarsai proyek Game Accessibility, sebuah proyek yang berfokus pada menciptakan kesadaran dan menyediakan informasi untuk pengembang game, peneliti, dan gamer penyandang disabilitas, yang dipimpin oleh Richard Van Tol.

Pada tahun 2004 dua gamer yang dinonaktifkan, Mark Barlet dan Stephanie Walker, mendirikan AbleGamers.com, berangkat untuk lebih memajukan aksesibilitas game di ruang permainan AAA. Beberapa upaya mereka termasuk: menekan NCSoft untuk menghapus Game Guard dari game Aion dan berdiskusi dengan pengembang game Blizzard tentang penambahan perangkat tambahan ramah warna ke game World of Warcraft.

Pada 2009, AbleGamers.com memulai 501 (c) (3) nirlaba The AbleGamers Foundation untuk memfasilitasi pekerjaan mereka.

Pada 2010 GameBase yang Diakses diluncurkan oleh SpecialEffect Charity. Situs ini bertujuan untuk mengembangkan komunitas game yang ramah dan mencakup semuanya.

Orang dengan Disabilitas daksa (paraplegia) sedang bermain games
Orang dengan Disabilitas daksa (paraplegia) sedang bermain games

Berkaca dari EA Games

Dalam usahanya mewujudkan lingkungan e-Sports yang ramah terhadap penyandang Disabilitas, EA (Electronic Arts) Games melakukan riset dalam meningkatkan User Interface gamesnya. Bahkan, perusahaan mega ini juga meluncurkan divisi khusus untuk menyempurnakan akses UI bagi setiap produknya

Aksesibilitas adalah koreksi dari ketidaksesuaian antara seseorang dan lingkungannya, termasuk yang disebabkan oleh perbedaan medis. Di EA, kami merasa penting untuk mempertimbangkan aksesibilitas saat membuat game kami, sehingga semua orang bisa bermain.

https://www.ea.com/able

Bahkan, EA Games juga menyediakan fitur bermain tanpa vision yang sangat futuristik dengan mengandalkan suara dan komando. Seperti inilah masa depan Gaming yang diharapkan oleh semua orang.

Industri Game dan Turnamen: Game Bagus, Pemain dengan Disabilitas Boleh ikut Serta. Namun Tidak Akses. Untuk Apa?

Sayangnya, saat ini masih banyak produk game yang kurang memperhatikan nilai-nilai User Experience nya terhadap orang dengan Disabilitas, sehingga perlu ada pengkajian ulang. Bahkan, di Indonesia berbagai turnamen e-Sports masih cacat dalam memberikan akses terhadap pemain dengan Disabilitas.

Padahal, yang dibutuhkan orang dengan Disabilitas bukanlah ijin untuk berpartisipasi. Namun, akses yang merupakan haknya sebagai warga negara (yang sudah diatur dalam undang-undang). Keabsenan pengetahuan akan akses-akses ini dapat diperbaiki dengan penumbuhan kesadaran dan campur tangan langsung dari pemain dengan Disabilitas.

Semoga saja, penggiat dalam industri game mulai sadar akan pentingnya akses-akses demi menciptakan lingkungan olahraga elektronik yang inklusif di tanah air.

Mengenai apa saja komposisi dari sebuah aksesibilitas dalam games akan dibahas di Part III

sumber: http://business-law.binus.ac.id/2016/04/29/pergeseran-paradigma-tentang-penyandang-disabilitas-dalam-uu-no-8-tahun-2016/

(Visited 315 times, 1 visits today)

DamarBahbah

Cowok yang suka nasi bebek, dan hobi menebas Red Splinter di gunung buas. Terjun di industri game sejak 2008 demi sesuap nasi, dan hingga kini terus berjuang demi impian dan masa depan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *