‘Game Dapat Dimainkan Semua Orang’. Benarkah? – Industri Game dan Aksesibilitas (Part I)
Game Diciptakan untuk Dapat Dimainkan oleh Semua Kalangan. Benarkah?
Kita semua tahu bagaimana game mempersatukan pemainnya dalam satu komunitas yang tidak terbatas latar belakang dan jarak. Namun, beberapa game masih cacat dalam aksesibilitas terhadap pemain dengan Disabilitas. Tentu saja tidak semua game dapat dimainkan semua orang karena ada batasan umur yang sudah diregulasi. Namun, saya tidak akan berbicara mengenai batasan umur tersebut.
Akses, Akses dan Akses.
Sejak boomingnya games dan e-Sports di tahun 2010-an (dan booming di Indonesia sekitar tahun 2012). Banyak orang yang mulai mengalihkan hobinya menjadi profesi, seperti livestreamer, pemain profesional olahraga elektronik maupun game designer dan bergabung dalam agensi hiburan, studio, dan pasar-pasar digital.
Kesempatan berkarir ini sangat luas dan tak terbatas kepada orang dengan Disabilitas. Bahkan menjadi pundi-pundi bisnis nan-deras bagi industri games yang ada. Games-pun digadangkan sebagai bisnis digital dengan kemajuan paling pesat di negara-negara berkembang.Namun, ditengah kemajuan industrinya yang luar biasa, sudahkan industri game memenuhi aksesibilitas ini?
Bicara Mengenai Minoritas
Saat ditanya mengenai akses, banyak orang yang beranggapan bahwa Pemain dengan Disabilitas berjumlah minoritas, sedangkah pembuatan aksesnya membutuhkan usaha lebih baik secara infrastruktur maupun pelayanan. Benarkah?
Berdasarkan data Sakernas 2017, penduduk dengan Disabilitas di Indonesia sebanyak 32.636.385 jiwa dari 260juta populasi di Indonesia. Itu Artinya, lebih dari 10% penduduk Indonesia adalah Disabilitas. Secara analogi setidaknya 1 dari 10 orang Indonesia adalah Disabilitas. Belum lagi terhitung orang-orang yang tadinya non-Disabilitas namun menajdi Disabilitas dalam masa tertentu. Misalnya kecelakaan, sakit, bawaan genetik, dan lain-lain.
Jika kamu berpikir bahwa jumlah orang yang membutuhkan aksesibilitas ini sedikit, kamu salah. Karena, angka ini belum mencakup kondisi mental seseorang, yang mana game seringkali dijadikan terapi bagi orang dengan depresi, kecemasan, dan lain sebagainya.
Apakah semua Disabilitas bermain game? Tentu tidak. Apakah semua game cukup akses untuk pemain dengan Disabilitas? ini yang menjadi persoalan kita. Padahal memberikan akses kepada penyandang Disabilitas tidak sulit. Hanya dengan sedikit usaha kita dapat memperluas jaringan pengguna dan bahkan mempermudah pemain baik yang Disabilitas maupun non-Disabilitas.
Misalnya saja, fitur text-to-speech atau speech-to-text akan mempermudah komunikasi pemain. karena beda orang pula style bermainnya
(berlanjut ke part II link disini)